Anakku, Guruku

Anakku, Guruku

Anakku, Guruku
Anakku, Guruku

Saat seorang akan menjadi ayah untuk pertama kalinya, munculnya perasaan gamang, cemas, dan kuatir seringkali tidak bisa dihindari. Ada begitu banyak kata tanya berkelibatan di benak: Apakah aku bisa mendidik anakku? Apakah aku bisa bersabar? Bagaimana kalau ternyata aku tidak dapat memenuhi harapan, keinginan, dan cita-cita anakku? Apa yang bakal terjadi nanti jika aku tidak pandai menahan amarah? Dan berderet pertanyaan lainnya, baik yang bersifat teknis maupun psikologis.

Berdasarkan kejadian yang saya alami, keikhlasan dan kepasrahan membuat saya merasa enteng ketika menjalani jelujur waktu kehidupan. Dan tanpa sadar, Allah telah menghadirkan guru buat saya, agar saya terus memperbaiki diri, agar mampu menjadi ayah yang baik untuk para buah hati saya.

Sosok guru itu tak lain tak bukan adalah anak-anak kita sendiri. Mereka akan mengajari kita tentang arti penting menjalani hidup dengan penuh rasa optimisme, kegembiraan, keikhlasan, kejujuran, kepasrahan pada Allah, keterbukaan terhadap pengalaman baru, baik sangka, kebermaafan, dan nilai-nilai keshalihan lainnya.

yawal 2008, setelah sebelumnya, selama tujuh hari menjelang Ramadhan berakhir saya agak intensif mendaras ilmu agama. Salah satunya tentang kesadaran akan sifat wahdaniyah Allah: satu dalam sifat, perbuatan, dan eksistensi-Nya.

Secara mudah sifat wahdaniyah Allah dapat dimaknai bahwa sejatinya yang selain Allah itu tidak ada. Yang ada hanya Allah. Maka yang selain Allah sifatnya pasti fana (rusak).

Nah, berkaitan dengan ini, pertengahan Ramadhan saya membeli MP3 Player. Namun saya baru menggunakannya saat hariLebaran (Syawal). Anak pertama saya, Aulia ikut-ikutan ingin mendengarkan suaranya yang sebelumnya telah saya rekam menggunakan MP3 Player tersebut.

Hanya saja karena terlalu bersemangat, ia menarik earphone yang tengah menempel di telinga saya dengan keras. Kabelearphone pun putus, rusak. Ingin rasanya saya marah saat itu juga. Tapi seketika saya teringat tentang sifat wahdaniyah Allah. Segala benda yang ada di alam ini pasti rusak. Dan rusaknya benda-benda itu, termasuk earphone justru membuktikan sifat wujud atau keberadaan Allah.

Aulia telah “memaksa” saya untuk meningkatkan pemahaman tentang sifat wujud Allah, dari yang semula ilmu, menjadi keyakinan-kebenaran. Mempersaksikan atas absolutnya sifat eksistensi Allah. Dan satu lagi rahasia kehidupan terkuak: Allah menghadirkan anak-anak untuk menjadi guru, pendidik buat para orangtuanya.

Maka sejak saat itu, setiap pagi, rasanya saya ingin menyapa anak-anak, “Anak-anakku, pelajaran apa yang akan kalian berikan pada Ayah hari ini?”

Agus M. Irkham

Instruktur Literasi, tinggal di Batang, Jawa Tengah

Foto ilustrasi: google

Sumber : http://www.ummi-online.com/anakku-guruku.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *