“Sekarang Bapak akan mendongeng kisah Aki Maja menangkap monyet.”
Demikian kata bapak, pada suatu malam, saat saya berumur 6 tahun. Bapak memang sering mendongeng untuk saya. Seperti ketika itu, bapak menceritakan “Petualangan Aki Maja” dalam menangkap monyet. Kata bapak, Aki Maja mendapat order dari pihak kebun binatang Bandung untuk melengkapi koleksi hewannya dengan sejumlah monyet. Kata bapak, peristiwa ini terjadi tempoe doeloe waktu bapak masih kecil.
Bapak memang kerap mendongeng untuk saya, dengan tema cerita yang berbeda-beda. Mulai dari kisah para Rasul dan sahabat, pengalaman hidup seseorang yang bapak lihat dan dengar, hingga cerita-cerita fabel yang lucu.
Ketika bercerita, bapak juga bisa berekspresi dengan total, sehingga saya bisa larut dalam kesenangan dan tawa riang, atau tenggelam dalam kesedihan sampai menitikkan air mata, seperti ketika bapak menceritakan kisah Hamzah dalam perang Uhud.
Hingga saat ini saya masih ingat dan trenyuh dengan cerita Perang Uhud dan kepahlawanan Hamzah. Bapak menceritakan kegagahan Hamzah dalam menghadapi musuh agamanya hingga akhirnya gugur di tangan Wahsyi, sang budak belian yang diupah pihak kafir Quraisy. Dengan kekuatan bercerita bapak yang kuat, ditambah imajinasi saya, saya sampai bisa membayangkan peristiwa itu, seolah-olah itu semua terjadi di depan mata saya.
Nah, lain bapak, lain pula ibu. Ketika saya meminta ibu untuk mendongengi, ibu malah lebih sering mengantuk, bahkan di awal-awal cerita. Barangkali pekerjaannya di sekolah dan di rumah yang sangat banyak, membuat ibu terlalu letih. Selain juga kemampuan bertutur ibu yang terbatas, tidak seperti ketika bapak mendongeng, saya jadi kapok minta didongengi ibu.
Mungkin karena itulah, ibu justru sering membawakan buku-buku cerita yang dipinjamnya dari sekolah. Saya masih ingat, ada buku “Kisah Tiga Warna”, atau buku “Berlibur di Rumah Nenek” dan Antologi Cerpen “Ibu”. Dalam antologi ini saya hanya bisa mengingat satu judul cerpen, “Antara Dua Muara”, karya Titi Said, lantaran cerita itu merupakan favorit ibu dan beliau merekomendasi saya untuk membacanya.
Setelah dewasa, saya baru menyadari dan merasa bersyukur, Allah memberikan orangtua yang terbaik buat saya. Barangkali tujuan bapak mendongeng tidaklah terlalu jauh seperti yang diungkap para ahli: dongeng merupakan cara paling tepat dan efektif untuk memberikan sentuhan humanis dan sportif untuk anak, dongeng berpengaruh pada cara berpikir, moral, dan tingkah laku anak, atau sederet manfaat dongeng lainnya. Tujuan bapak mendongeng mungkin hanya ingin menyenangkan anaknya, atau kadang murid-murid di pengajiannya, agar saya atau siapa pun yang didongengi bisa mengambil pelajaran dari kisah yang diceritakannya.
Jika dalam cerita-cerita, seperti “Berlibur di Rumah Nenek”, neneklah, atau mungkin sang ibu, yang mendongeng sebelum si anak tidur. Maka saya punya bapak yang pandai mendongeng dan punya segudang cerita dan tema. Juga ibu yang selalu membawakan buku-buku cerita yang mendidik dan bergizi.
Sumber : http://www.ummi-online.com/wahai-orangtua-sudahkah-menceritakan-kisah-nabi-dan-dongeng-untuk-anak.html