Saat penerimaan rapor adalah hari curhat bagi saya yang menjadi guru di sebuah sekolah dasar. Bermacam keluhan dilontarkan orangtua, mulai dari anaknya yang belum bisa membaca padahal sudah mengikuti les tambahan, anak yang justru mengajak adu mulut saat diminta belajar, hingga orangtua yang membandingkan anaknya dengan dirinya di masa lalu. “Padahal saya dulu selalu mendapat rangking 3 besar di kelas lho, Ustadzah. Kenapa ya, anak saya seperti ini?” keluh si ibu.
Setiap anak dibekali potensi kebaikan dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Saat anak belum bisa menulis dan membaca dengan lancar orangtua harus memahami bahwa segalanya berproses. Orangtua atau guru harus benar-benar sabar dengan terus berusaha menemukan cara kreatif agar anak bisa melalui proses itu.
Saat masuk SD, anak saya belum lancar membaca. Saya jadi sangat khawatir karena sekolah anak saya (Islamic Fullday School) mengajarkan banyak pelajaran, baik agama maupun umum. Belum bisa membaca tentu jadi penghalang anak memahami pelajaran. Saya pun mencoba mengajak anak membaca modul buku pintar membaca, tapi dia ogah-ogahan dengan berbagai alasan. Ya capeklah, mengantuk, bosan, dan lain-lain.
Suatu ketika saya ajak si kecil ke toko buku. Dia begitu gembira dan tampak tertarik dengan buku-buku yang kala itu sedang diobral murah. Lalu saya ajak dia memilih 2-3 buku yang minim tulisan dan banyak gambarnya.
Setiap Maghrib usai mengaji, buku-buku tersebut kami baca bersama. Kemudian kusimak dia membaca sendiri. Dia begitu senang dengan buku yang judulnya Wah Bunda melahirkan. “Aku ingin punya adik, Bunda!” jawabnya saat kutanya alasan menyukai buku tersebut. Karena seringnya diulang, dia sampai hafal isi buku tersebut.
Satu buku biasanya kami baca 1-2 hari. Setiap akhir pekan kami membeli 4-5 buku baru. Alhamdulillah, di akhir bulan kemampuan membacanya meningkat drastis. Si kecil sudah bisa membaca tanpa mengeja.
Lain membaca, lain pula menulis. Karena belum lancar membaca, dia juga terhambat menulis. Saya belikan dia buku diary dengan gambar-gambar kesukaannya. Setiap hari saya ajak menulis dua tiga kalimat. Lama-lama,tanpa disuruh, dia menulis sendiri diary-nya. Kosakatanya pun bertambah.
Kita harus menghargai sebuah proses. Dahulu, untuk bisa membaca dan menulis, kita butuh waktu juga, kan? Bersabarlah dengan proses itu. Dampingi anak-anak melewatinya tanpa menekan, mengancam, apalagi membanding-bandingkan. Dan yang terpenting adalah keistiqamahan serta doa bunda untuk buah hati tercinta.
Sumber : http://www.ummi-online.com/bunda-sabar-ya-anak-juga-butuh-proses-dalam-belajar.html