Sekarang Si Adek usianya berapa? Sudah bisa apa saja sekarang?
Si Kakak rangking berapa di kelas?
Eh, Si Sulung dapat nilai berapa matematikanya?
Pertanyaan tersebut mungkin seringkali kita dengarkan ketika kita bersilaturahim, baik dengan saudara jauh, tetangga atau kawan yang lama tak jumpa namun seringkali acara silaturahim tersebut berubah menjadi suram ketika kita tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan jawaban yang memuaskan dan mungkin juga suasana suram tersebut akan semakin parah ketika melihat anak-anak seusia anak kita yang ternyata jauh lebih unggul dibandingkan dengan anak kita dan pastinya rasa bad mood, ingin menangis, atau uring-uringan mendadak mendera hati kita sehingga seringkali kita lepas kontrol dan menjadikan anak kita sebagai pelampiasan atas kekecewaan kita.
Sahabat Ummi, pernahkah kita menyadari bahwa kekecewaan kita terhadap ‘kegagalan’ anak kita dalam memenuhi ‘Standar Kualitas Anak Sekitar’ telah menjadi bumerang bagi kita di masa depan, mungkin yang kita rasakan sekarang ini hanya efek ngambek si Anak ketika kita mulai membandingkan mereka dengan anak-anak sekitar. Namun, pernahkah kita menyadari pada efek jangka panjangnya, misalnya saja anak kita berubah menjadi sosok pesimis, pendendam, pemarah atau yang lebih parah lagi menjadi sosok yang asing di mata kita ketika mereka mulai menjauhi kita.
Sahabat Ummi, anak merupakan salah satu titipan yang Allah berikan kepada kita, hal tersebut dikarenakan kita dianggap mampu atau sanggup untuk menjaga amanah tersebut. Lalu, pantaskah kita jika ‘merusak’ amanah tersebut hanya karena ‘Standar Kualitas Anak Sekitar’?
Sahabat Ummi yang dimuliakan oleh Allah, setiap anak memiliki kelebihan serta kekurangannya masing-masing dan pastinya tidak ada anak yang dipenuhi bakat tanpa ada kekurangan begitu juga sebaliknya oleh karena itu ketika kita mengikuti ‘Standar Kualitas Anak Sekitar’ tentunya tidak akan pernah ada habisnya karena setiap anak memiliki standar kualitasnya masing-masing dan tentunya akan sulit bagi anak kita untuk menjadi ‘multi talenta’ sedangkan setiap manusia sendiri memiliki batas kemampuan.
Sahabat Ummi, kekecewaan kita terhadap situasi anak yang tidak sesuai dengan ‘Standar Kualitas Anak Sekitar’ merupakan sebuah efek yang wajar namun akan menjadi tidak wajar ketika kita mulai menghakimi anak kita serta menjadi otoriter dalam mendidiknya tanpa memperdulikan apa yang anak kita inginkan, apa yang anak kita kuasai dan apa yang anak kita cita-citakan dan pastinya sikap tidak wajar tersebut menjadi salah satu faktor pemicu rusaknya moral dan masa depan anak kita kelak.
Sahabat Ummi yang dimuliakan oleh Allah, di dalam Al Qur’an Surat Al Anfaal ayat 27 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
Ayat tersebut dengan jelas menggunakan perintah ‘jangan’ yang memiliki kandungan makna larangan keras untuk tidak mengkhianati amanat-amanat yang diberikan Allah kepada kita hal tersebut menunjukan pada kita bahwa kita yang telah mendapatkan tugas penting dalam menerima amanat (anak) tersebut seyogyanya menjaganya dengan sebaik-baiknya serta membesarkannya dengan pendidikan yang terbaik tanpa menyiksa mereka dengan pendidikan berbasis “Standar Anak Sekitar”.
Sahabat Ummi yang amanah, alangkah baiknya jika kita senantiasa fokus pada anak kita tanpa memperdulikan kualitas anak-anak sekitar dan biarlah anak kita menjadi berkualitas sesuai dengan apa yang mereka senangi dan apa yang mereka mantapkan, cukuplah kita sebagai orang tua bertindak menjadi penengah, penasehat, serta pembimbing di saat anak kita membutuhkan dan janganlah ada kata pembanding di dalam sistem pendidikan kita agar anak kita tumbuh kembang menjadi pribadi yang optimis serta mandiri.
Sahabat Ummi yang budiman, perlu kita ketahui bahwa membentuk pribadi anak yang optimis dan mandiri memang bukan pekara yang mudah karena dalam proses tersebut dibutuhkan sosok orang tua yang hebat serta jeli dalam memahami karakter anak dan juga sosok yang bijak dalam menyelesaikan permasalahan yang menimpah si anak bukan sebaliknya yang selalu menuntut anak untuk menjadi atau melakukan hal-hal yang diluar kemampuannya hanya demi memenuhi kriteria kualitas anak-anak sekitar. Oleh karena itu, pemikiran-pemikiran yang terkait membandingkan satu dengan yang lain merupakan bagian dari fikiran setan karena dalam pemikiran tersebut terdapat bisikan atau dorongan untuk menjadikan anak kita sebagai sosok yang wajib unggul atau minimal setara dengan kualitas anak-anak sekitarnya sehingga acapkali bisikan tersebut menciptakan sikap menuntut dan jika tuntutan tersebut tidak terpenuhi seringkali orang tua menjadi pribadi pemarah, kasar, dan keras. Na’udzubillah…
Sahabat Ummi yang Amanah, mulai saat ini izinkanlah anak anda untuk menjadi anak yang berkualitas dengan cara membuang ‘pemikiran-pemikiran pembanding’ yang selalu menghantui pikiran kita dan selalu ingat bahwa ketika anak kita menjadi yang lebih unggul tentunya yang memiliki rasa bangga adalah kita bukan mereka untuk itu jangan biarkan pikiran setan kita menjadi penghalang anak kita dalam memperoleh pendidikan terbaik kita.
Foto ilustrasi: google
Sumber : http://www.ummi-online.com/inilah-alasan-mengapa-sebaiknya-orang-tua-tidak-membanding-bandingkan-kelebihan-dan-kekurangan-anak.html